Riau (ML Publisher)-Pariwisata bukanlah sektor yang bisa
diandalkan di Provinsi Riau. Penduduk setempat bahkan menyebut provinsi
berjuluk Bumi Melayu Lancang Kuning ini tidak memiliki tempat wisata, sehingga
untuk berekreasi mereka harus keluar kota ,
minimal ke daerah tetangga yakni ke Padang ,
Sumatera Barat.
Kendati dianggap sebagai daerah yang tidak memiliki tempat
wisata, namun sebenarnya Provinsi Riau mempunyai situs sejarah peninggalan
Kerajaan Sriwijaya yakni Candi Muara Takus. Sesuai namanya, candi Buddha ini
berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi
Riau.
Berdasarkan keterangan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Riau, letak Candi Muara Takus berjarak kurang lebih 135 kilometer dari Kota
Pekanbaru. Namun, ketika penulis menempuhnya menggunakan sepeda motor, jaraknya
terasa lebih jauh karena baru tiba di lokasi setelah berkendara sekitar 2,5
jam.
Untuk mencapai lokasi Candi Muara Takus, wisatawan harus
menggunakan kendaraan sendiri karena memang tidak ada angkutan umum menuju ke sana . Satu jam terakhir
menuju lokasi, kita akan melewati rute “alam bebas”, antara lain menyusuri
jalanan berliku diantara tebing pegunungan dan jurang yang curam, serta areal
perkebunan karet dan sawit yang cukup luas.
Selama melintasi rute “alam bebas”, kita akan jarang
menemukan rumah penduduk, apalagi usaha bengkel meskipun sekedar tambal ban.
Karena itu, sebelum berangkat menuju lokasi, pastikan kembali bahwa kendaraan
yang akan dipakai dalam kondisi prima, bila perlu menyiapkan ban cadangan.
Sebab, jika sewaktu-waktu ban mendadak bocor atau pecah, ini sangat merepotkan
(dan itu pula yang sempat dialami penulis).
Sampai di lokasi Candi Muara Takus, wisatawan akan sedikit
tercengang karena peninggalan bersejarah itu terkesan kurang terperhatikan dan
tidak dieksploitasi sebagai tujuan wisata seperti Candi Borobudur yang ada di
Pulau Jawa. Pengunjung dapat bebas masuk ke lokasi candi tanpa harus membeli
tiket. Penjaga hanya menempatkan buku tamu dan kardus bekas bungkus makanan
ringan untuk menampung “sumbangan” suka rela dari pengunjung, yang notabene
jarang sekali ada yang mengisi.
Salah satu juru pelihara Candi Muara Takus, Warnidar
mengatakan, situs bersejarah ini biasanya ramai dikunjungi wisatawan saat libur
sekolah atau hari raya keagamaan seperti Idul Fitri. Saat-saat seperti itu,
barulah pihaknya mengenakan tarif masuk yakni sebesar Rp4000/ orang.
Sebagai candi Buddha, menurut Warnidar, tempat ini masih
dijadikan sebagai tempat sembahyangan setiap tahunnya, khususnya pada
peringatan Waisak. Tahun lalu misalnya, tak kurang dari 1500 pemeluk agama
Buddha mendatangi lokasi untuk melakukan peringatan Waisak bersama.
**Klasifikasi Candi
Candi Muara Takus sendiri terbagi dalam beberapa bangunan
yang disebut dengan Candi Sulung /Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan
Palangka. Candi ini dibuat antara lain dari batu pasir, batu sungai, dan batu
bata. Konon, bahan pembuat Candi Muara Takus, khususnya tanah liat, diambil
dari sebuah desa yang bernama Pongkai, terletak kurang lebih 6 km di
sebelah hilir situs Candi Muara Takus.
Selain bangunan tersebut, di dalam komplek candi ini
ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran mayat atau
tulang manusia. Sementara di luar situs ini terdapat pula bangunan-bangunan
(bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis
bangunannya.
Candi Mahligai atau Stupa Mahligai, merupakan bangunan candi
yang dianggap paling utuh. Bangunan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu kaki,
badan, dan atap. Stupa ini memiliki pondasi berdenah persegi panjang dan
berukuran 9,44 m x 10,6 m, serta memiliki 28 sisi yang mengelilingi alas candi
dengan pintu masuk berada di sebelah Selatan.
Pada bagian alas tersebut terdapat ornamen lotus ganda, dan
di bagian tengahnya berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi berbentuk
kelopak bunga pada bagian dasarnya. Bagian atas dari bangunan ini berbentuk
lingkaran.
*Candi Tua
Candi Tua atau Candi Sulung merupakan bangunan terbesar di
antara bangunan lainnya. Bangunan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki,
badan, dan atap. Bagian kaki terbagi dua. Ukuran kaki pertama tingginya 2,37 m
sedangkan yang kedua mempunyai ketinggian 1,98 m. Tangga masuk terdapat di sisi
barat dan timur yang didekorasi dengan arca singa. Lebar masing-masing tangga
3,08 m dan 4 m.
Dilihat dari sisa bangunan bagian dasar mempunyai bentuk
lingkaran dengan garis tengah ± 7 m dan tinggi 2,50 m. Ukuran pondasi bangunan
candi ini adalah 31,65 m x 20,20 m. Pondasi candi ini memiliki 36 sisi yang
mengelilingi bagian dasar. Bagian atas dari bangunan ini adalah bundaran.
Tidak ada ruang kosong sama sekali di bagian dalam Candi
Sulung. Bangunan terbuat dari susunan bata dengan tambahan batu pasir yang
hanya digunakan untuk membuat sudut-sudut bangunan, pilaster-pilaster, dan
pelipit-pelipit pembatas perbingkaian bawah kaki candi dengan tubuh kaki serta
pembatas tubuh kaki dengan perbingkaian atas kaki.
Berdasarkan penelitian tahun 1983 diketahui bahwa candi ini
paling tidak telah mengalami dua tahap pembangunan. Indikasi mengenai hal ini
dapat dilihat dari adanya profil bangunan yang tertutup oleh dinding lain yang
bentuk profilnya berbeda.
*Candi Bungsu
Candi Bungsu bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung.
Hanya saja pada bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat
Candi Mahligai dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah timur terdapat
stupa-stupa kecil serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu putih.
Bagian pondasi bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang di atasnya. Pada
bidang tersebut terdapat teratai.
Penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, berhasil menemukan
sebuah lubang di pinggiran padmasana stupa yang di dalamnya terdapat tanah dan
abu. Dalam tanah tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan satu keping
lagi terdapat di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar tricula dan
tiga huruf Nagari. Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi yang pada
sisi bawahnya ternyata digores dengan gambar tricula dan sembilan buah huruf.
Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan
yang digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian Utara terbuat dari batu
pasir, sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas
antara kedua bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat dari
batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat dari batu
pasir telah selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian bangunan yang terbuat
dari bata.
*Candi Palangka
Bangunan candi ini terletak di sisi timur Stupa Mahligai
dengan ukuran tubuh candi 5,10 m x 5,7 m dengan tinggi sekitar dua meter. Candi
ini terbuat dari batu bata, dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke arah
utara. Candi Palangka pada masa lampau diduga digunakan sebagai altar. (Surya
Sanjaya)
0 komentar:
Posting Komentar