Kamis, 29 November 2012

Napak Tilas Situs Candi Muara Takus


Riau (ML Publisher)-Pariwisata bukanlah sektor yang bisa diandalkan di Provinsi Riau. Penduduk setempat bahkan menyebut provinsi berjuluk Bumi Melayu Lancang Kuning ini tidak memiliki tempat wisata, sehingga untuk berekreasi mereka harus keluar kota, minimal ke daerah tetangga yakni ke Padang, Sumatera Barat.

Kendati dianggap sebagai daerah yang tidak memiliki tempat wisata, namun sebenarnya Provinsi Riau mempunyai situs sejarah peninggalan Kerajaan Sriwijaya yakni Candi Muara Takus. Sesuai namanya, candi Buddha ini berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.

Berdasarkan keterangan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau, letak Candi Muara Takus berjarak kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru. Namun, ketika penulis menempuhnya menggunakan sepeda motor, jaraknya terasa lebih jauh karena baru tiba di lokasi setelah berkendara sekitar 2,5 jam.

Untuk mencapai lokasi Candi Muara Takus, wisatawan harus menggunakan kendaraan sendiri karena memang tidak ada angkutan umum menuju ke sana. Satu jam terakhir menuju lokasi, kita akan melewati rute “alam bebas”, antara lain menyusuri jalanan berliku diantara tebing pegunungan dan jurang yang curam, serta areal perkebunan karet dan sawit yang cukup luas.

Selama melintasi rute “alam bebas”, kita akan jarang menemukan rumah penduduk, apalagi usaha bengkel meskipun sekedar tambal ban. Karena itu, sebelum berangkat menuju lokasi, pastikan kembali bahwa kendaraan yang akan dipakai dalam kondisi prima, bila perlu menyiapkan ban cadangan. Sebab, jika sewaktu-waktu ban mendadak bocor atau pecah, ini sangat merepotkan (dan itu pula yang sempat dialami penulis).

Sampai di lokasi Candi Muara Takus, wisatawan akan sedikit tercengang karena peninggalan bersejarah itu terkesan kurang terperhatikan dan tidak dieksploitasi sebagai tujuan wisata seperti Candi Borobudur yang ada di Pulau Jawa. Pengunjung dapat bebas masuk ke lokasi candi tanpa harus membeli tiket. Penjaga hanya menempatkan buku tamu dan kardus bekas bungkus makanan ringan untuk menampung “sumbangan” suka rela dari pengunjung, yang notabene jarang sekali ada yang mengisi.

Salah satu juru pelihara Candi Muara Takus, Warnidar mengatakan, situs bersejarah ini biasanya ramai dikunjungi wisatawan saat libur sekolah atau hari raya keagamaan seperti Idul Fitri. Saat-saat seperti itu, barulah pihaknya mengenakan tarif masuk yakni sebesar Rp4000/ orang.

Sebagai candi Buddha, menurut Warnidar, tempat ini masih dijadikan sebagai tempat sembahyangan setiap tahunnya, khususnya pada peringatan Waisak. Tahun lalu misalnya, tak kurang dari 1500 pemeluk agama Buddha mendatangi lokasi untuk melakukan peringatan Waisak bersama.

**Klasifikasi Candi

Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad IV, VII, IX, bahkan abad XI. Namun candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya, sehingga beberapa sejarahwan memperkirakan kawasan ini merupakan salah satu pusat pemerintahan dari Kerajaan Sriwijaya.

Candi Muara Takus sendiri terbagi dalam beberapa bangunan yang disebut dengan Candi Sulung /Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka. Candi ini dibuat antara lain dari batu pasir, batu sungai, dan batu bata. Konon, bahan pembuat Candi Muara Takus, khususnya tanah liat, diambil dari sebuah desa yang bernama Pongkai, terletak kurang lebih 6 km di sebelah hilir situs Candi Muara Takus.

Selain bangunan tersebut, di dalam komplek candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran mayat atau tulang manusia. Sementara di luar situs ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunannya.

*Candi Mahligai

Candi Mahligai atau Stupa Mahligai, merupakan bangunan candi yang dianggap paling utuh. Bangunan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Stupa ini memiliki pondasi berdenah persegi panjang dan berukuran 9,44 m x 10,6 m, serta memiliki 28 sisi yang mengelilingi alas candi dengan pintu masuk berada di sebelah Selatan.

Pada bagian alas tersebut terdapat ornamen lotus ganda, dan di bagian tengahnya berdiri bangunan menara silindrik dengan 36 sisi berbentuk kelopak bunga pada bagian dasarnya. Bagian atas dari bangunan ini berbentuk lingkaran.

*Candi Tua

Candi Tua atau Candi Sulung merupakan bangunan terbesar di antara bangunan lainnya. Bangunan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Bagian kaki terbagi dua. Ukuran kaki pertama tingginya 2,37 m sedangkan yang kedua mempunyai ketinggian 1,98 m. Tangga masuk terdapat di sisi barat dan timur yang didekorasi dengan arca singa. Lebar masing-masing tangga 3,08 m dan 4 m.

Dilihat dari sisa bangunan bagian dasar mempunyai bentuk lingkaran dengan garis tengah ± 7 m dan tinggi 2,50 m. Ukuran pondasi bangunan candi ini adalah 31,65 m x 20,20 m. Pondasi candi ini memiliki 36 sisi yang mengelilingi bagian dasar. Bagian atas dari bangunan ini adalah bundaran.

Tidak ada ruang kosong sama sekali di bagian dalam Candi Sulung. Bangunan terbuat dari susunan bata dengan tambahan batu pasir yang hanya digunakan untuk membuat sudut-sudut bangunan, pilaster-pilaster, dan pelipit-pelipit pembatas perbingkaian bawah kaki candi dengan tubuh kaki serta pembatas tubuh kaki dengan perbingkaian atas kaki.

Berdasarkan penelitian tahun 1983 diketahui bahwa candi ini paling tidak telah mengalami dua tahap pembangunan. Indikasi mengenai hal ini dapat dilihat dari adanya profil bangunan yang tertutup oleh dinding lain yang bentuk profilnya berbeda.

*Candi Bungsu

Candi Bungsu bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung. Hanya saja pada bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat Candi Mahligai dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah timur terdapat stupa-stupa kecil serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu putih. Bagian pondasi bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah bidang di atasnya. Pada bidang tersebut terdapat teratai.

Penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, berhasil menemukan sebuah lubang di pinggiran padmasana stupa yang di dalamnya terdapat tanah dan abu. Dalam tanah tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan satu keping lagi terdapat di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar tricula dan tiga huruf Nagari. Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi yang pada sisi bawahnya ternyata digores dengan gambar tricula dan sembilan buah huruf.

Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan yang digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian Utara terbuat dari batu pasir, sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas antara kedua bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat dari batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat dari batu pasir telah selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian bangunan yang terbuat dari bata.

*Candi Palangka

Bangunan candi ini terletak di sisi timur Stupa Mahligai dengan ukuran tubuh candi 5,10 m x 5,7 m dengan tinggi sekitar dua meter. Candi ini terbuat dari batu bata, dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke arah utara. Candi Palangka pada masa lampau diduga digunakan sebagai altar. (Surya Sanjaya)

0 komentar:

Posting Komentar