Bu Rustina memang selalu punya cara unik untuk mengambil
hati murid-muridnya. Suatu hari, Bu Rustina mengajak murid-muridnya agar rajin
menabung. Ia memberikan uang tiga ribu rupiah kepada setiap murid untuk membeli
celengan.
“Kalian harus belajar berhemat dengan cara menyisihkan
sebagian uang jajan untuk ditabung. Nantinya, kita bisa memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendadak dengan uang tabungan itu. Jadi kita
tidak perlu pinjam teman atau tetangga,” kata Bu Rustina.
Semua murid mengangguk setuju. Satu per satu mereka pun maju
ke depan untuk menerima uang dari Bu Rustina.
“Pakailah uang ini untuk membeli celengan untuk menabung.
Minggu depan kalian bawa celengan itu ke sekolah. Ibu ingin tahu kalau kalian
benar-benar sudah mempunyai celengan. Siapa yang mempunyai celengan terbaik,
akan Ibu beri hadiah lagi,” ujar Bu Rustina.
Sepulang sekolah, Edo ,
Rendy, Sofian, dan Marwan sepakat pergi ke pasar. Mereka mencari celengan yang
paling bagus. Setelah menyusuri seluruh koridor pasar, mereka menemukan sebuah toko
celengan yang cukup besar.
“Aku pilih ini. Berapa harganya, Pak?” tanya Edo sembari menunjukkan celengan dari tanah liat
berbentuk ayam.
“Dua puluh ribu, Dik,” jawab pemilik toko.
“Kalau yang ini?” tanya Rendy sambil mengangkat celengan
plastik berbentuk kucing.
“Yang itu lima
belas ribu,” sahut pemilik toko.
Sementara itu, Sofian dan Marwan pulang dengan tangan hampa.
Sofian mengaku tidak menemukan celengan yang ia sukai. Ia akan minta ibunya
untuk membelikan celengan di tempat lain. Kebetulan, ibunya sedang dinas ke
luar kota .
Sedangkan Marwan tidak jadi membeli celengan karena uangnya
tidak cukup. Ia memang hanya mengandalkan uang pemberian Bu Rustina.
Di rumah, Marwan menjadi murung. Ia ingin mempunyai celengan
yang bagus seperti teman-temannya. Ia ingin dapat hadiah dari Bu Rustina.
Namun, keluarga Marwan sangat sederhana. Tak mungkin Marwan dapat tambahan uang
hanya untuk membeli celengan.
Melihat Marwan bersedih, Pak Ramli, ayah Marwan, mencoba
memberikan pengertian. “Tujuan menabung adalah mengumpulkan uang. Jadi, tidak
harus pakai celengan bagus. Kalau menabung di bank, kita hanya dikasih buku
kecil. Tidak berbentuk ayam, kucing, atau yang lainnya,” kata Pak Ramli.
“Tapi ini lain, Yah. Siapa yang punya celengan paling bagus,
akan mendapatkan hadiah dari Bu Rustina,” sahut Marwan cemberut.
Pak Ramli tersenyum. Ia lalu mengambil sebuah kaleng bekas
cat. Pak Ramli membersihkan bagian dalamnya, merekatkan tutupnya dengan lem
agar tidak bisa dibuka lagi, lalu membuat lubang di atasnya. Pak Ramli
menggambar pola di badan kaleng itu. “Mau gambar apa?”
“Gambar Monyet,” sahut marwan sekenanya. Rupanya ia masih
jengkel karena tidak bisa membeli celengan bagus di toko.
Tanpa mempedulikan sikap Marwan, Pak Ramli menggambar tiga
ekor monyet bergelantungan di ranting pohon. Pak Ramli kemudian mengambil cat,
lalu mewarnainya.
“Itu untuk apa, Yah?” tanya Marwan agak bingung.
“Untuk menabung. Lihat, dengan barang bekas, kita bisa
membuat celengan. Selain lebih hemat, kamu bisa membuatnya sesuai kreasimu.
Uang dari Bu Rustina tetap utuh dan bisa kamu masukkan ke sini,” terang Pak
Ramli.
Kini, tibalah hari untuk menentukan celengan terbaik.
Setelah melihat satu per satu, Bu Rustina memilih celengan Marwan sebagai
celengan terbaik. Marwan pun berhak mendapatkan hadiah. Beberapa murid tampak
kecewa. “Ibu curang. Celenganku, kan ,
paling bagus. Harganya pun mahal,” protes Sofian.
Bu Rustina tersenyum. “Menabung sama saja berhemat. Tujuan
Ibu menyuruh kalian menabung, agar uang kalian bisa dipakai untuk hal yang
lebih bermanfaat. Tidak dihabiskan untuk jajan,” kata Bu Rustina.
“Ibu memilih celengan Marwan karena dibuat sendiri dari
barang bekas. Biayanya pasti lebih murah. Celengan lain, meski terlihat lebih
bagus, harganya mahal. Artinya kalian tidak berhemat, tapi malah mengeluarkan
uang banyak,” jelas Bu Rustina.
Semua tidak bisa berkata-kata lagi. Di bangku paling
belakang, diam-diam Marwan semakin bangga dengan ayahnya. Ia ingin membuat
celengan lebih banyak dari bahan kaleng bekas. Ia ingin terus menabung sampai
uangnya terkumpul banyak. (Surya Sanjaya/pernah dimuat di Majalah Bobo No.40
Tahun XXXIX, Kamis, 12 Januari 2012)
0 komentar:
Posting Komentar