Senin, 10 Desember 2012

Celengan Marwan


Bu Rustina memang selalu punya cara unik untuk mengambil hati murid-muridnya. Suatu hari, Bu Rustina mengajak murid-muridnya agar rajin menabung. Ia memberikan uang tiga ribu rupiah kepada setiap murid untuk membeli celengan.

“Kalian harus belajar berhemat dengan cara menyisihkan sebagian uang jajan untuk ditabung. Nantinya, kita bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya mendadak dengan uang tabungan itu. Jadi kita tidak perlu pinjam teman atau tetangga,” kata Bu Rustina.


Semua murid mengangguk setuju. Satu per satu mereka pun maju ke depan untuk menerima uang dari Bu Rustina.

“Pakailah uang ini untuk membeli celengan untuk menabung. Minggu depan kalian bawa celengan itu ke sekolah. Ibu ingin tahu kalau kalian benar-benar sudah mempunyai celengan. Siapa yang mempunyai celengan terbaik, akan Ibu beri hadiah lagi,” ujar Bu Rustina.

Sepulang sekolah, Edo, Rendy, Sofian, dan Marwan sepakat pergi ke pasar. Mereka mencari celengan yang paling bagus. Setelah menyusuri seluruh koridor pasar, mereka menemukan sebuah toko celengan yang cukup besar.

“Aku pilih ini. Berapa harganya, Pak?” tanya Edo sembari menunjukkan celengan dari tanah liat berbentuk ayam.

“Dua puluh ribu, Dik,” jawab pemilik toko.

“Kalau yang ini?” tanya Rendy sambil mengangkat celengan plastik berbentuk kucing.

“Yang itu lima belas ribu,” sahut pemilik toko.

Edo dan Rendy tampak berpikir sejenak. Mereka ingin menawar tapi toko itu ternyata menjual barang dengan harga pas. Keduanya merogoh saku masing-masing. Edo dan Rendy membeli celengan pilihan mereka dengan uang pemberian Bu Rustina. Tentu saja ditambah dengan uang jajan mereka sendiri.

Sementara itu, Sofian dan Marwan pulang dengan tangan hampa. Sofian mengaku tidak menemukan celengan yang ia sukai. Ia akan minta ibunya untuk membelikan celengan di tempat lain. Kebetulan, ibunya sedang dinas ke luar kota.

Sedangkan Marwan tidak jadi membeli celengan karena uangnya tidak cukup. Ia memang hanya mengandalkan uang pemberian Bu Rustina.

Di rumah, Marwan menjadi murung. Ia ingin mempunyai celengan yang bagus seperti teman-temannya. Ia ingin dapat hadiah dari Bu Rustina. Namun, keluarga Marwan sangat sederhana. Tak mungkin Marwan dapat tambahan uang hanya untuk membeli celengan.

Melihat Marwan bersedih, Pak Ramli, ayah Marwan, mencoba memberikan pengertian. “Tujuan menabung adalah mengumpulkan uang. Jadi, tidak harus pakai celengan bagus. Kalau menabung di bank, kita hanya dikasih buku kecil. Tidak berbentuk ayam, kucing, atau yang lainnya,” kata Pak Ramli.

“Tapi ini lain, Yah. Siapa yang punya celengan paling bagus, akan mendapatkan hadiah dari Bu Rustina,” sahut Marwan cemberut.

Pak Ramli tersenyum. Ia lalu mengambil sebuah kaleng bekas cat. Pak Ramli membersihkan bagian dalamnya, merekatkan tutupnya dengan lem agar tidak bisa dibuka lagi, lalu membuat lubang di atasnya. Pak Ramli menggambar pola di badan kaleng itu. “Mau gambar apa?”

“Gambar Monyet,” sahut marwan sekenanya. Rupanya ia masih jengkel karena tidak bisa membeli celengan bagus di toko.

Tanpa mempedulikan sikap Marwan, Pak Ramli menggambar tiga ekor monyet bergelantungan di ranting pohon. Pak Ramli kemudian mengambil cat, lalu mewarnainya.

“Itu untuk apa, Yah?” tanya Marwan agak bingung.

“Untuk menabung. Lihat, dengan barang bekas, kita bisa membuat celengan. Selain lebih hemat, kamu bisa membuatnya sesuai kreasimu. Uang dari Bu Rustina tetap utuh dan bisa kamu masukkan ke sini,” terang Pak Ramli.

Kini, tibalah hari untuk menentukan celengan terbaik. Setelah melihat satu per satu, Bu Rustina memilih celengan Marwan sebagai celengan terbaik. Marwan pun berhak mendapatkan hadiah. Beberapa murid tampak kecewa. “Ibu curang. Celenganku, kan, paling bagus. Harganya pun mahal,” protes Sofian.

Bu Rustina tersenyum. “Menabung sama saja berhemat. Tujuan Ibu menyuruh kalian menabung, agar uang kalian bisa dipakai untuk hal yang lebih bermanfaat. Tidak dihabiskan untuk jajan,” kata Bu Rustina.

“Ibu memilih celengan Marwan karena dibuat sendiri dari barang bekas. Biayanya pasti lebih murah. Celengan lain, meski terlihat lebih bagus, harganya mahal. Artinya kalian tidak berhemat, tapi malah mengeluarkan uang banyak,” jelas Bu Rustina.

Semua tidak bisa berkata-kata lagi. Di bangku paling belakang, diam-diam Marwan semakin bangga dengan ayahnya. Ia ingin membuat celengan lebih banyak dari bahan kaleng bekas. Ia ingin terus menabung sampai uangnya terkumpul banyak. (Surya Sanjaya/pernah dimuat di Majalah Bobo No.40 Tahun XXXIX, Kamis, 12 Januari 2012)

0 komentar:

Posting Komentar